>

Jumat, 10 Agustus 2012

Mimpi Buruk TKW Mengejar Real di Timur Tengah


 


ifi/Radar Lombok
Andi Dewi Mayangsari tidak kuasa menahan kesedihan ketika menceritakan pengalamannya selama di Bahrain.



Mimpi Buruk TKW Mengejar Real di Timur Tengah//

Di Sana Bukan Untuk Bekerja Tapi Dijual

Andi Dewi Mayangsari, 21 tahun, warga Dasan Tinggi Desa Gelora Kecamatan Sikur mengisahkan kepada Radar Lombok mengenai kondisi tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia yang kini bekerja di Bahrain, Timur Tengah. Menurutnya, TKI disana dikirim bukanlah untuk dipekerjakan tapi sebagai korban perdagangan orang.

-----------------------------------------
IDA FITRIANA----SELONG
 ---------------------------------------
Pelanggaran kontrak kerja kerap dialami TKI di sana. Janji-janji sponsor di tanah air dan agency di Bahrain untuk mempekerjakan mereka pada majikan yang baik, dengan honor yang sesuai hanya isapan jempol belaka. Agency kerap tutup mata ketika TKW mengalami perlakukan yang tidak pantas di tempat bekerja. Bahkan setelah bekerja para TKW ini tidak pernah melihat honor mereka.
Dewi merupakan satu dari puluhan TKW yang berhasil keluar dari jaringan perdagangan TKW di Bahrain. Ia kemudian menceritakan bagaimana pengalamannya selama 7 bulan di Bahrain dengan gonta-ganti 6 majikan.
Ia berangkat setamat SMA ke Bahrain melalui sebuah PT di Sumbawa. Sejak menginjakan kaki di Bahrain, ia bekerja pada majikan pertamanya selama 3 bulan. Dekat dengan anak laki-laki majikan membuat pemuda itu jatuh cinta padanya sehinga rela memberikan sejumlah uang kepadanya. Setelah diketahui majikan perempuannya ia dikembalikan ke agency dengan tuduhan mencuri uang.
Sementara majikan kedua, mengurungnya selama dua hari setelah ia menolak untuk diajak kawin kontrak oleh majikan laki-lakinya. Saat ada celah, iapun kabur. Majikan laki-laki yang ketiga kerap berbuat tidak senonoh setiap ia mengantar teh ke lantai atas tempat sang majikan berada. Tidak kuat, ia minta dijemput pihak agency. “Orang kantor tidak mau menjemput. Saya paksakan bertahan bekerja disana selama dua minggu, lalu kabur,” katanya.
Ia kembali dipekerjakan ke majikan keempat. Di majikannya ini ia berkerja non stop. Parahnya majikan perempuannya mengalami kelainan seksual sebagai penyuka sesama jenis alias lesbi. Takut tertular ia kabur.
Pada majikan kelima, ia dijanjikan untuk bekerja di restoran. Kenyataannya ia dibawa ke hotel. “Majikan kelima ini mencium saya tanpa permisi, karena itu saya kabur dari hotel,” ujarnya.
Di majikan keenam, Dewi mendapat penuturan dari sesama TKW yang pernah bekerja di majikan yang sama bahwa orangnya kerap melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan kepada pembantu. “Setelah itu saya tidak pernah mau bekerja lagi,” katanya.
Berdasarkan  pengalamannya dan mayoritas TKW disana, pengalaman yang dialaminya juga dirasakan TKW yang lain. Selama 7 bulan sudah cukup baginya mengenal karakter para majikan di Bahrain. Ujung-ujungnya, tidak sedikit TKW dipaksa untuk bertahan hidup dengan cara menjual diri.
Menurutnya, mau bekerja dengan baikpun tidak akan mendapatkan upah, pasalnya, TKW harus menghadapi majikan yang semena-mena dan agency yang memakan upah TKW. “Ada yang 2 tahun habis kontrak tidak bisa pulang, kalaupun pulang ongkos sendiri,” katanya.
Upah tidak diterima pekerja setiap bulan. Agency menerima dari majikan ketika pekerja mulai dipekerjakan. Seluruh pembayaran diserahkan ke kantor agency oleh majikan. Pekerja tidak akan mendapatkan upahnya. “Saya hanya dapat upah selama 3 bulan pertama itupun  karena saya keras menagih ke agency.Ini sama saja dengan perdagangan orang,” katanya.
Setelah meninggalkan Bahrain pun, ia masih teringat teman-temannya yang mengalami hal serupa dan kini masih berada di Bahrain. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar