ifi/Radar Lombok
Andi Dewi Mayangsari tidak kuasa menahan
kesedihan ketika menceritakan pengalamannya selama di Bahrain.
Mimpi Buruk TKW Mengejar Real di Timur Tengah//
Di Sana Bukan Untuk Bekerja Tapi Dijual
Andi Dewi Mayangsari, 21 tahun, warga Dasan
Tinggi Desa Gelora Kecamatan Sikur mengisahkan kepada Radar Lombok mengenai
kondisi tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia yang kini bekerja di Bahrain, Timur
Tengah. Menurutnya, TKI disana dikirim bukanlah untuk dipekerjakan tapi sebagai
korban perdagangan orang.
-----------------------------------------
IDA FITRIANA----SELONG
---------------------------------------
Pelanggaran kontrak kerja kerap dialami TKI di
sana. Janji-janji sponsor di tanah air dan agency di Bahrain untuk
mempekerjakan mereka pada majikan yang baik, dengan honor yang sesuai hanya
isapan jempol belaka. Agency kerap tutup mata ketika TKW mengalami perlakukan
yang tidak pantas di tempat bekerja. Bahkan setelah bekerja para TKW ini tidak
pernah melihat honor mereka.
Dewi merupakan satu dari puluhan TKW yang
berhasil keluar dari jaringan perdagangan TKW di Bahrain. Ia kemudian
menceritakan bagaimana pengalamannya selama 7 bulan di Bahrain dengan
gonta-ganti 6 majikan.
Ia berangkat setamat SMA ke Bahrain melalui
sebuah PT di Sumbawa. Sejak menginjakan kaki di Bahrain, ia bekerja pada
majikan pertamanya selama 3 bulan. Dekat dengan anak laki-laki majikan membuat
pemuda itu jatuh cinta padanya sehinga rela memberikan sejumlah uang kepadanya.
Setelah diketahui majikan perempuannya ia dikembalikan ke agency dengan tuduhan
mencuri uang.
Sementara majikan kedua, mengurungnya selama
dua hari setelah ia menolak untuk diajak kawin kontrak oleh majikan
laki-lakinya. Saat ada celah, iapun kabur. Majikan laki-laki yang ketiga kerap
berbuat tidak senonoh setiap ia mengantar teh ke lantai atas tempat sang
majikan berada. Tidak kuat, ia minta dijemput pihak agency. “Orang kantor tidak
mau menjemput. Saya paksakan bertahan bekerja disana selama dua minggu, lalu
kabur,” katanya.
Ia kembali dipekerjakan ke majikan keempat. Di
majikannya ini ia berkerja non stop. Parahnya majikan perempuannya mengalami
kelainan seksual sebagai penyuka sesama jenis alias lesbi. Takut tertular ia
kabur.
Pada majikan kelima, ia dijanjikan untuk bekerja
di restoran. Kenyataannya ia dibawa ke hotel. “Majikan kelima ini mencium saya
tanpa permisi, karena itu saya kabur dari hotel,” ujarnya.
Di majikan keenam, Dewi mendapat penuturan dari
sesama TKW yang pernah bekerja di majikan yang sama bahwa orangnya kerap
melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan kepada pembantu. “Setelah itu saya
tidak pernah mau bekerja lagi,” katanya.
Berdasarkan
pengalamannya dan mayoritas TKW disana, pengalaman yang dialaminya juga
dirasakan TKW yang lain. Selama 7 bulan sudah cukup baginya mengenal karakter
para majikan di Bahrain. Ujung-ujungnya, tidak sedikit TKW dipaksa untuk
bertahan hidup dengan cara menjual diri.
Menurutnya, mau bekerja dengan baikpun tidak
akan mendapatkan upah, pasalnya, TKW harus menghadapi majikan yang semena-mena
dan agency yang memakan upah TKW. “Ada yang 2 tahun habis kontrak tidak bisa
pulang, kalaupun pulang ongkos sendiri,” katanya.
Upah tidak diterima pekerja setiap bulan.
Agency menerima dari majikan ketika pekerja mulai dipekerjakan. Seluruh
pembayaran diserahkan ke kantor agency oleh majikan. Pekerja tidak akan
mendapatkan upahnya. “Saya hanya dapat upah selama 3 bulan pertama itupun karena saya keras menagih ke agency.Ini sama
saja dengan perdagangan orang,” katanya.
Setelah meninggalkan Bahrain pun, ia masih
teringat teman-temannya yang mengalami hal serupa dan kini masih berada di
Bahrain. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar