Nama
|
Listiyono
|
Subyek
|
Patrap - Dzikir Cara Rasulullah
|
Tanggal
|
Juni 2003
|
Saat ini banyak
sekali amalan ummat Islam yang dianggap bid'ah oleh ummat Islam lainnya, yang
ingin saya tanyakan : Bagaimana Rasulullah berdzikir, atau mendekatkan diri
pada Allah, dan bagaimana pula beliau mengajarkanya kepada para sahabat
sehingga sahabat mengamalkannya ? Apakah patrap ini merupakan contoh dari
Rasulullah juga, termasuk sikap, cara dll ?
Sekarang ini banyak
hal yang sangat negatif dalam orang memandang sufi, bagaimana menurut pak
ustadz ?
Sebelum saya
menjawab pertanyaan anda, saya akan mengungkapkan sejarah pertikaian politik
pada masa sepeninggal Rasulullah, yang berakibat kepada pertikaian pandangan
teologi (agama ) yang tadinya oleh Rasulullah diperbolehkan . ikhtilafu `ala
ummati rahmatun, perbedaan pandangan pada ummatku merupakan rahmat dari Allah
subhanahu wata'ala. Namun kenyataannya perbedaan pendapat dan pandangan yang
terjadi pada ummat Islam malah menjadi laknat dan saling mengkafirkan bahkan
saling membunuh.
Keadaan ini telah
berlangsung ratusan tahun tanpa ada tanda-tanda penyelesaian dan perubahan
kepada yang lebih baik. Mereka saling membanggakan dan membenarkan kelompoknya
yang paling benar. Bagaikan benang kusut kita melihat persoalan ummat Islam
dari masa kemasa, sehingga sulit kita menentukan mana yang benar dan mana yang
salah atau mungkin semuanya salah dan semuanya benar. Mari kita mencoba
memahami sejarah perjalanan Islam dengan jujur dan jernih tanpa harus memihak
siapa-siapa. Sejarah merupakan Prasasti dan saksi yang tidak bisa kita rubah
oleh sebab kita tidak setuju, akan tetapi sejarah berkata apa adanya seperti
kita memotret objek pemandangan yang indah maupun yang tandus. Mudah-mudahan
setelah melihat perjalanan sejarah Islam ,kita akan menjadi lebih bijaksana
didalam mengambil kesimpulan setiap masalah.
Terutama memandang
setiap aliran yang berkembang dewasa ini.
Bid'ah
Bid'ah ! Senjata ampuh (pamungkas) untuk menumpas aliran yang berbeda dengan golongannya.Ibarat nuklir, senjata ini adalah jenis senjata yang mematikan bahkan pemusnah masal (golongan). Sulit diklarifikasi karena kebanyakan antar kelompok ini tidak mau duduk bersama untuk berislah.sehingga sudah menjadi karakter alirannya untuk membenci dan menyalahkan aliran lainnya . Mereka saling mempunyai celahnya untuk bisa menyalahkan. ..Kullu hizbin bima ladaihim farihuun ( Ar rum: 32 ), artinya :
Bid'ah ! Senjata ampuh (pamungkas) untuk menumpas aliran yang berbeda dengan golongannya.Ibarat nuklir, senjata ini adalah jenis senjata yang mematikan bahkan pemusnah masal (golongan). Sulit diklarifikasi karena kebanyakan antar kelompok ini tidak mau duduk bersama untuk berislah.sehingga sudah menjadi karakter alirannya untuk membenci dan menyalahkan aliran lainnya . Mereka saling mempunyai celahnya untuk bisa menyalahkan. ..Kullu hizbin bima ladaihim farihuun ( Ar rum: 32 ), artinya :
"Yaitu
orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa
golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan
mereka".
Di Indonesia kaum
Nahdhatul Ulama (NU ) golongan yang paling banyak mendapatkan serangan senjata
Bid'ah dari kalangan kaum yang mengaku Salafi (Baca: Persis, Muhammadiyah,
LDII, mungkin Syiah). Demikian juga kaum Wahabi (Aliran resmi Kerajaan Saudi
Arabiyah) paling rajin membantai kaum penziarah Qubur dengan senjata bid'ah,
syirik dan khurafat , bahkan telah mengeluarkan fatwa golongan Syiah dihukum
" Kafir". Rasionalis (mu'tazilah) kafir, Tasawuf sesat dst.
Sejarah telah
mencatat peristiwa keangkuhan manusia dari abad keabad. Agama telah kehilangan
pamornya untuk mengendalikan nafsu manusia. Malah justru agama dijadikan
tunggangan nafsunya untuk memperoleh kekuasaan dan martabat golongannya.
Agak aneh memang
kalau dikatakan bahwa dalam Islam sebagai agama, persoalan yang pertama-tama
muncul adalah dalam bidang politik dan bukan dalam bidang teologi. Tetapi
persoalan politik ini segera meningkat menjadi persoalan teologi. Semenjak
Rasulullah meninggal, masyarakat Madinah sibuk memikirkan pengganti beliau
untuk memimpin negara yang baru lahir, sehingga penguburan Nabi menjadi
persoalan kedua bagi mereka. Timbullah khilafah , sebagai kesepakatan yang akan
memimpin masyarakat Madinah. Abu Bakar terpilih secara aklamasi sebagai
khalifah pertama, kemudian Umar bin Khattab sebagai penggantinya. Namun
persolan politik mulai terasa pada kekhalifahan Usman bin Affan, yang dituduh
curang didalam memimpin negara. Beliau dinilai lemah oleh masyarakat karena
telah banyak dipengaruhi ambisi keluarganya. Ia mengangkat mereka (Keluarganya
) menjadi Gubernur dengan cara yang tidak terpuji.
Tindakan-tindakan
politik yang dijalankan Usman ini menimbulkan reaksi yang tidak menguntungkan
bagi dirinya. Sahabat-sahabat nabi yang pada mulanya mendukung Usman , ketika
melihat tindakan yang kurang tepat itu, mulai meninggalkan khalifah ketiga ini.
Perasaan tidak senang dan marah mulai muncul didaerah-daerah. Sehingga dari
mesir mengirimkan pasukan untuk memberontak dan akhirnya Usman terbunuh.
Setelah terbunuhnya
Usman suhu politik semakin memanas saat suksesi penentuan khalifah ketiga. Ali
sebagai calon kuat ditentang oleh Talhah dan Zubeir dari Mekkah yang ingin pula
menjadi khalifah,yang mendapat dukungan dari Siti Aisyah. Tantangan dari Aisyah
ini meningkat menjadi pertempuran besar di Iraq tahun 656 M. Talhah dan Zubeir
mati terbunuh, sedang Aisyah di antar pulang ke Mekkah.
Tantangan kedua
muncul dari Muawiyyah Gubernur Damaskus dan keluarga Usman. Mereka menolak Ali
sebagai khalifah. Ia menuntut Ali untuk menghukum pembunuh Usman, bahkan ia
menuduh Ali turut campur dalam pembunuhan itu. Karena salah seorang pembunuh
Usman itu diketahui ternyata adalah Muhammad ibn Abi Bakr, anak angkat Ali bin
Abi Thalib. Namun Ali tidak menindak tegas anak angkatnya itu, akan tetapi
justru mengangkatnya menjadi Gubernur Mesir. Kemarahan kalangan Muawwiyah dan
keluarga Usman tidak bisa dibendung sehingga terjadilah pertempuran sengit.
Dalam pertempuran yang terjadi antara kedua golongan ini di Shiffin, tentara
Ali dapat menumpas mundur. Tetapi tangan kanan (kepercayaan) Muawiyah bernama
Amr ibn `As dengan cara yang sangat licik menyatakan menyerah dengan mengangkat
Al qur'an diatas kepalanya, sehingga pertempuran dihentikan oleh Ali. Qurra'
yang dipihak Ali mendesak Ali untuk menerima tawaran untuk berdamai. Sehinga
terbentuklah kesepakatan damai antara kedua belah pihak , sebagai pengantara
diangkat dua orang : `Amr ibn al `As dari pihak Muawwiyah dan Abu Musa Al asy
`ari dari pihak Ali. Dalam pertemuan mereka , kelicikan Amr ibn al `As
mengalahkan perasaan Abu Musa. Sejarah mengatakan antara keduannya bersepakat
untuk menjatuhkan kedua pemuka yang bertentangan , Ali dan Muawwiyah. Namun
kenyataannya dalam pengumuman yang dibacakan oleh Abu Musa sebagai orang yang
tertua, hanya Ali yang disepakati untuk dijatuhkan.
Bagaimanapun
peristiwa ini merugikan bagi pihak Ali dan menguntungkan Muawwiyah. Padahal Ali
sebagai Khalifah yang legal sedangkan Muawwiyah hanyalah sebagai Gubernur.
Dengan adanya arbitrase ini kedudukan Muawwiyah naik menjadi khalifah yang
tidak resmi. Sedangkan Ali tetap mempertahankan kedudukannya sebagai khalifah
sehingga Ia harus mati terbunuh tahun 661 M oleh Abdul Rahman Ibn Muljam, dari
pihak Ali yang kecewa atas keputusan yang dianggap salah . Dengan demikian
kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Muawwiyah menggantikan kedudukan Ali
sebagai khalifah.
Persoalan-persoalan
yang terjadi dilapangan politik sebagaimana digambarkan diatas inilah yang
akhirnya membawa kepada timbulnya persoalan-persoalan teologi. Timbullah siapa
yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Siapa yang salah dan siapa yang
benar.Siapa yang melakukan bid'ah dan khurafat Kekacauan terjadi sepeninggal
Ali, mereka mengkhianati dan gelap mata tidak lagi menghargai Rasulullah dengan
membunuh cucunya yang paling dicintainya Hasan dan Husein ,di padang Karbala.
Maka wajarlah kalau pendukung Ali (baca: kaum Syiah) sangat membenci kelompok
Muawwiyah,Usman dan Khawarij. Kecintaan mereka terhadap cucu Rasulullah dan
Ahlul Bait mengubah system politik dari bentuk kekhalifahan yang diprakarsai
oleh Abu Bakar, menjadi sistem Imamah (Lihat: Pemerintahan Islam di Iran ).
Kekacauan politik
semakin meruncing tajam sehingga muncul disana sini kolompok-kelompok yang
mengatas namakan kebenaran untuk kepentingan politiknya. Bahkan pada masa itu
dikenal pengarang-pengarang hadist palsu untuk dijadikan dalil menyesatkan
lawannya. Karakter itu masih terasa pada masa sekarang yang berkembang saling
menyesatkan antara golongan dan aliran. Al qur'an telah memperingatkan dalam surat Ar rum: 32 , Kullu
hizbin bima ladaihim faarihun ..setiap golongannya mengaku paling benar dan
mereka membanggakan setiap golongannya. Kalau kita tidak sadar akan ayat ini,
maka semakin jauhlah kita dari keuniversalan Islam. Karena telah terkotak
menjadi sekte sehingga menjadi ajaran yang sempit. Islam terkurung oleh pikiran
pimpinannya dan kelompok.Kita sudah terlanjur dalam bagian kotak-kotak itu, entah
termasuk bagian golongan apa sesatkah atau benarkah. Kalau terlanjur menjadi
Sunni maka sesatlah menurut Syi'ah, kalau terlanjur menjadi Rasionalis
(Qadariyah ) sesatlah menurut Jabbariyyah ( kaum fatalis /pasrah) ini terjadi
pada masa Al ghazali yang menyerang kaum rasionlis dalam bukunya Tahafut al
falasifah (tersesatnya kaum rasionalis/ para filosof) kemudian dibalas oleh
Ibnu Rusydi mengungkap kejumudan dan kerancuan kaum tasawuf dalam kitab Tahafut
at tahafut (kerancuan dari kerancuan), kalau kita terlanjur berada di kalangan
tasawuf maka sesatlah menurut Wahabiyah . Demikian pula didalam kalangan
tasawuf sendiri, pecah menjadi sekte-sekte akibat propaganda golongannya
mengklaim tharekat yang terbaik (mu'tabarah), maka barang siapa yang tidak ikut
dalam silsilah tharekatnya dianggap tersesat. Kemungkinan juga bisa terjadi
kepada Patrap, akan dikatakan sesat oleh sebagian kalangan yang tidak ingin
terganggu dengan ajaran-ajaran yang baginya asing dari kebiasaan mereka, bukan
kebiasaan Rasulullah.
Saya tidak bisa
menyimpulkan siapa yang salah dalam peristiwa diatas, tetapi saya bisa
merasakan dampak dari pertikaian politik yang berakibat rusaknya persaudaraan
yang telah ditata begitu rapih pada masa Rasulullah masih ada. Di zaman yang
begitu indah dan monumental pernah berdiri sebuah negara tanpa penjara.
Kesadaran hukum begitu tinggi , orang yang merasa bersalah akan datang
menghadap kepada kepala negara untuk meminta eksekusi atas kesalahan yang
diperbuat dengan membawa sendiri bukti-bukti yang bisa dijadikan landasan hukum
positif. Hukum bukanlah milik negara akan tetapi hukum sebagai pribadi
masyarakat (Akhlak masyarakat) yang dipimpin oleh Rasulullah (Seorang yang
berakhlak Mulia). Sehingga mereka melakukannya atas dasar ikhlas dan ridho yang
akan menghasilkan rahmat dari Allah. Saya umpamakan suatu komunitas masyarakat
yang telah menyadari bahwa bersih itu penting dan akan menjadikan lingkungannya
sehat. Maka dengan demikian orang-orang itu dengan kesadarannya akan membuang
sampah pada tempatnya. Itulah yang ditanamkan oleh Rasulullah kita. Bukan
sekedar politik-politikan yang dalam sejarah telah mengalami kegagalan yang tak
kunjung usai. Beliau menyuruh kita untuk berlaku adil, tidak membunuh sesama,
tidak melecehkan orang lain, tidak berkata kasar, tidak boleh saling
mengkafirkan, selalu bermusyawarah , bekerja giat, berdagang, tepat waktu ,
berdakwah, mengasihi sesama , beternak, dan jangan merusak lingkungan,
mengadakan penelitian dll.semua itu tidak harus dibutuhkan sebuah negara.
Aturan itu merupakan sebuah bentuk keimanan seseorang yang akan terealisasi
didalam kehidupannya. Mengapa kita tidak berkonsentrasi membenahi akhlak diri
sendiri sehingga sebuah negara akan damai dengan sendirinya karena ummat telah
memiliki kesadaran hukum yang tinggi.
Kalau kita
perhatikan dalam sebuah aliran teologi, sebenarnya mereka mengajarkan sesuatu
yang benar , namun kebenarannya dilihat dari satu sisi. Orang fiqih berada
dalam kebenaran hukum positif yaitu hukum-hukum dhahir. Aliran tasawuf berada
dalam kebenaran rohani, biasanya bahasa-bahasa yang diungkapkan adalah bahasa
rasa (dzauqi) yang tidak bisa dimengerti oleh kaum fiqh. Sebagaimana seorang
penyair yang sedang dilanda kasmaran dengan puisi-puisi cintanya yang banyak
menggunakan kalimat-kalimat metafora, dst. Saya bisa maklum orang-orang fiqh
menyesatkan orang tasawuf karena memang yang dibicarakan berbeda wilayahnya.
Orang Fiqh berbicara pada sisi fisik dan perilaku lahir, sedangkan orang
tasawuf berbicara pada wilayah psikhologis. Hal ini diperlukan ilmu yang sesuai
wilayahnya untuk menilainya. Tidak bisa menilai sesuatu dengan ilmu yang
berbeda, maka akibatnya akan menyalahkan aliran yang lain karena bukan alat
ukurannya. Ilmu fisika tidak bisa disalahkan oleh ilmu jiwa, ilmu sastra tidak
bisa diukur oleh ilmu matematika. Dan ilmu antropologi tidak bisa diukur dengan
ilmu biologi. Semuanya memilki kebenarannya masing-masing. Semua akan
dibutuhkan karena saling menunjang untuk kesempurnaannya. Pahamilah suatu
ajaran pada sisinya jangan diperbandingakan dengan selain ukurannya. Maka kita
tak akan menemukan kebenaran yang hakiki. Saya tegaskan didalam sebuah hadist
maupun Alqur'an , sering kita menemukan kaidah-kaidah yang seolah-olah
complicated (bertentangan ). Padahal hal itu merupakan penjelasan yang komplit
dari semua dimensi atau wilayah. Ada
dimensi dimana Rasulullah berbicara kepada suatu kaum pada persoalan membangun
etos kerja. Sebagaimana pada hadist:
alyadul `ulya
khairun minal yadil sufla Tangan diatas lebih baik dari pada tangan dibawah.
Kaadal fakru an
yyakuna kufran. Kefakiran itu bisa menyebabkan kekufuran, Lain halnya pandangan
kita ketika melihat sebuah hadist yang bertentangan dengan motivasi kedua
hadist diatas, seperti dalam hadist. Laisal ghina an kastratil `aradh
walakinnal ghina ghinaun nafs. Yang disebut kekayaan itu bukan karena banyaknya
harta benda, akan tetapi kekayaan itu adalah kekayaan hati. Kalau kita tidak
memahami uslub hadist diatas maka kita akan mendapatkan dua kelompok yang
bertentangan didalam mengambil sikap. Yang satu termotivasi untuk mencari harta
sampai mencapai kekayaan tak terbatas. Yang satu lagi tidak membutuhkan
kekayaan harta benda, malah sebaliknya mereka mencari ketenangan jiwa dengan
banyak
berdzikir atau dengan amalan-amalan yang menyebabkan hati menjadi kaya (tenang).
berdzikir atau dengan amalan-amalan yang menyebabkan hati menjadi kaya (tenang).
Didalam Alquran juga
ditemuinya ayat yang bersifat dimensional atau kebenaran satu sisi. Misalnya
dalam surat. Innallaha
la yughayyiru ma bi kaumin hatta yughayyiru ma bianfusihim. QS.Ar Ra'du: 13
(sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sehingga kaum itu
sendiri yang akan merubah nasibnya ) dan dalam surat.. Waman yattaqillaha yaj'al lahu
makhraja wa yarzuqu min haitsu laa yahtasib... QS.At Thalaaq: 2-3
(barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, maka Allah yang akan memberikan jalan
keluarnya dan diberi rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. (tidak dengan
jalan usaha atau perhitungan pikirannya). Waman yatawakkal `alalllahi fahuwa
hasbuh, barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan
mencukupkan keperluannya.
Jelas bertentangan !. Namun kita tidak bisa berbicara dalam satu dimensi sekaligus. Akan tetapi kita harus melihat dalam satu sisi dengan sempurna. Bukan malah diadu untuk menentukan mana yang paling benar. Pada wilayah pikiran manusia terutama pada otak. Yang terbagi menjadi dua sisi , otak kiri dan otak kanan . Kemampuan tugas otak kiri adalah melakukan proses berfikir yang bersifat logis, sekuensial, linear dan rasional. Sisi ini sangat teratur walaupun berdasarkan realitas ia mampu melakukan penafsiran absrak dan simbolis. Cara berfikirnya sesuai untuk tugas-tugas yang teratur seperti ekspresi verbal dalam menulis, membaca ,asosiasi auditorial menempatkan detail dan fakta fenotik serta simbolik. Otak kanan, cara berfikir otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif dan holistic (spiritual ). Cara berfikirnya sesuai dengan cara-cara untuk mengetahui yang bersifat non verbal seperti perasaan dan emosi, kesadaraan dengan yang berkenaan dengan perasaan ( merasakan kehadiran suatu benda atau orang lain), kesadaran ruang, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni ,kepekaan warna, kreativitas dan visualisasi.
Jelas bertentangan !. Namun kita tidak bisa berbicara dalam satu dimensi sekaligus. Akan tetapi kita harus melihat dalam satu sisi dengan sempurna. Bukan malah diadu untuk menentukan mana yang paling benar. Pada wilayah pikiran manusia terutama pada otak. Yang terbagi menjadi dua sisi , otak kiri dan otak kanan . Kemampuan tugas otak kiri adalah melakukan proses berfikir yang bersifat logis, sekuensial, linear dan rasional. Sisi ini sangat teratur walaupun berdasarkan realitas ia mampu melakukan penafsiran absrak dan simbolis. Cara berfikirnya sesuai untuk tugas-tugas yang teratur seperti ekspresi verbal dalam menulis, membaca ,asosiasi auditorial menempatkan detail dan fakta fenotik serta simbolik. Otak kanan, cara berfikir otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif dan holistic (spiritual ). Cara berfikirnya sesuai dengan cara-cara untuk mengetahui yang bersifat non verbal seperti perasaan dan emosi, kesadaraan dengan yang berkenaan dengan perasaan ( merasakan kehadiran suatu benda atau orang lain), kesadaran ruang, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni ,kepekaan warna, kreativitas dan visualisasi.
Kesimpulan
pengertian kedua ayat diatas merupakan dua wilayah yang tidak bisa
dipertentangkan karena ia mempunyai tugas yang saling mendukung dan saling
membenarkan. Akan tetapi kedua ayat tadi bisa juga menjadi pemicu terbentuknya
sebuah aliran rasionalis dan spiritualis. Membias menjadi pertentangan yang
tidak pernah kunjung ketemu ujungnya.
Patrap
Istilah patrap adalah sikap dzikir sempurna. Yaitu orang yang berserah diri kepada Allah secara total. Menggantungkan hidupnya dan matinya hanya diperuntukkan kepada Allah. Kata PATRAP ini saya ambil dari sebuah kitab Pepali Ki Ageng Selo. Yang menurut saya istilah ini sesuai dengan maksud Alqur'an, DZIKRULLAH. Namun kita masih belum terbiasa dengan makna ini. Karena terjemahan Indonesia pada umumnya dzikrullah diartikan ingat kepada Allah atau menyebut Nama Allah. Saya mencoba dengan kata lain yang lebih mendekati arti dzikrullah. Terjemahan Indonesia yang mengartikan Ingat kepada Allah, kurang mempunyai kandungan yang lebih dalam. Ingat kepada Allah bisa dilakukan oleh Syetan, orang sedang berzinah, orang munafik, orang Musyrik, bahkan mungkin seorang pencuri. Saya merasakan kedangkalan makna sehingga dicarikan padanannya yang sedikit mendekati, tentu tidak benar sepenuhnya.
Istilah patrap adalah sikap dzikir sempurna. Yaitu orang yang berserah diri kepada Allah secara total. Menggantungkan hidupnya dan matinya hanya diperuntukkan kepada Allah. Kata PATRAP ini saya ambil dari sebuah kitab Pepali Ki Ageng Selo. Yang menurut saya istilah ini sesuai dengan maksud Alqur'an, DZIKRULLAH. Namun kita masih belum terbiasa dengan makna ini. Karena terjemahan Indonesia pada umumnya dzikrullah diartikan ingat kepada Allah atau menyebut Nama Allah. Saya mencoba dengan kata lain yang lebih mendekati arti dzikrullah. Terjemahan Indonesia yang mengartikan Ingat kepada Allah, kurang mempunyai kandungan yang lebih dalam. Ingat kepada Allah bisa dilakukan oleh Syetan, orang sedang berzinah, orang munafik, orang Musyrik, bahkan mungkin seorang pencuri. Saya merasakan kedangkalan makna sehingga dicarikan padanannya yang sedikit mendekati, tentu tidak benar sepenuhnya.
Sikap dzikir
sempurna yang dilakukan oleh Rasulullah adalah sebuah peristiwa yang mengancam
hidupnya tatkala tiba-tiba Da'tsur menodongkan pedangnya kearah leher
Rasulullah, seraya berkata lantang, siapa yang akan menolong engkau dalam
keadaan seperti ini, ya Muhammad ? Allah (yang menolongku), jawab nabi dengan
tenang. Jawaban sederhana yang tidak disangka-sangka oleh Da'tsur, merontokkan
karang hati yang pongah, tubuhnya bergetar seakan tidak lagi disanggah oleh
tulang-tulangnya yang besar. Daya apa gerangan yang mengalir dari mulut
Muhammad, membuat jiwanya sesaat seperti mati tak berdaya. Pedangnya terpental
jatuh ketanah, kemudian Rasulullah berganti membalas menodongkan pedang kearah
leher Da'tsur, dan beliau berkata, siapa yang akan menolong engkau ya Da'tsur ?
Ia pun jatuh bersimpuh di kaki Rasulullah sambil mengiba untuk diampuni atas
sikapnya yang congkak dan berkata hanya engkau ya Muhammad yang bisa
menolongku.
Peristiwa diatas
merupakan sikap sempurna dari dzikir Rasulullah . Keadaan seperti itulah yang
dimaksudkan Islam sebagai kepasrahan dan kepercayaan atas kekuasaan Allah,
perlindungan, kedekatan dan kemahatinggian Allah diatas segala-galanya.
Sehingga beliau tidak merasa gentar dan khawatir. Sebab dirinya telah
menyerahkan hidup dan matinya kepada Allah subhanahu wata'ala..
Iblis menyebut Nama
Allah namun tidak mematuhi perintah Allah, walaupun ia berkomunikasi dan
memohon kekuatan kepada Allah untuk kepentingan nafsunya, serta dikabulkan
permintaannya (QS.As
Shad: 77-83)
Allah berfirman : Maka keluarlah kamu dari syurga, sesungguhnya kamu adalah yang terkutuk, sesungguhnya kutukan-Ku tetap atas kamu sampai hari pembalasan.
Iblis berkata : Ya Tuhanku, beri tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan.
Allah berfirman : Sesungguhnya kamu termasuk orang yang diberi (dikabulkan) usia panjang. Sampai hari yang telah ditentukan waktunya (hari kiyamat)
Iblis menjawab : Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis diantara mereka.
Allah berfirman : Maka keluarlah kamu dari syurga, sesungguhnya kamu adalah yang terkutuk, sesungguhnya kutukan-Ku tetap atas kamu sampai hari pembalasan.
Iblis berkata : Ya Tuhanku, beri tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan.
Allah berfirman : Sesungguhnya kamu termasuk orang yang diberi (dikabulkan) usia panjang. Sampai hari yang telah ditentukan waktunya (hari kiyamat)
Iblis menjawab : Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis diantara mereka.
Orang-orang munafik
melakukan shalat, dimana ia menyebut nama Allah namun hanya untuk diperlihatkan
kepada orang lain . Dalam Firman Allah :
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Alllah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya' dengan shalat dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah (zikrullah) kecuali hanya sedikit.(QS. An Nisa':142)
Orang musyrik menyebut nama Allah walaupun ia harus mempercayai kekuatan selain Allah. Alasan inilah yang membuat saya berani meminjam istilah Patrap, adalah dzikir kepada Allah. Sebagaimana kita terpaksa menggunakan kata SWARGA LOKA tempat kembalinya orang yang moksa (akhir perjalanan jiwa, sempurnanya jiwa) menurut ajaran Hindu untuk istilah JANNAH. Padahal Jannah dengan Swarga itu berbeda. Tetapi kita sudah menjadi terbiasa dengan kesalahan itu. Karena tidak ada padanan kata Jannah dalam bahasa Indonesia.
Rasulullah mengajarkan
berdzikir kepada para Sahabatnya. Dari Darda Radhiyallahuanhu : Bersabda
Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam, Maukah kalian saya beritakan sesuatu
yang lebih baik dari amal-amal kalian, lebih suci di hadapan penguasa kalian
(Allah), lebih luhur di dalam derajat kalian, lebih bagus bagi kalian dari pada
menafkahkan emas dan perak, dan lebih bagus dari pada bertemu musuh kalian
(berperang) kemudian kalian menebas leher-leher mereka atau merekapun menebas
leher-leher kalian ? mereka berkata, baik ya Rasulullah. Beliau bersabda:
Dzikrullah ! ( Dikeluarkan oleh Thurmudzi dan Ibnu Majah, dan berkata Al Hakim:
Shahih isnadnya )
Rasulullah bersabda : Perumpamaan orang yang berdzikir dengan orang yang tidak berdzikir, seperti orang yang hidup dengan orang yang mati. (HR. Bukhari) Perbanyaklah olehmu menyebut Allah di segenap keadaan karena tidak ada suatu amal yang lebih disukai Allah dan tidak ada yang mampu melepaskan hamba dari suatu bencana di dunia dan diakhirat dari pada menyebut Allah (HR At Tabrani)
Barang siapa yang berpaling dari ingat kepada Yang Maha Pemurah, Kami adakan baginya syetan (yang menyesatkan) maka syetan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. (QS,43 ayat 36)
Syetan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah, mereka itulah golongan syetan. Ketahuilah , bahwa golongan syetan itulah golongan yang merugi. (QS. Al mujaadilah 58: 19)
Itulah gambaran
dzikir menurut Rasulullah , bahwa dzikir kepada Allah itu bukan sekedar
ungkapan sastra dalam melantunkan syair, nyanyian, hitungan lafaz, melainkan
suatu hakikat kesadaran penuh dan merasakan kehadiran Allah sangat dekat
sehingga menggetarkan jiwa yang mengubahkan perilaku buruk menjadi kebaikan
yang berasal dari cahaya-Nya. Itulah dzikir yang sebenarnya yaitu ibadah yang
hidup rohaninya,ibadah yang lebih baik dari pada berperang melawan musuh baik
membunuh ataupun terbunuh , bahkan lebih baik dari pada bersedekah emas dan
perak. Maksudnya adalah tidak ada arti apa-apa apabila beribadah tidak ada rasa
ingat kepada Allah ( tidak sadar ), apalagi dilandasi tidak karena Allah
(riya'). Dzikir yang dilakukan orang-orang tanpa kesadaran rohani yang tinggi
justru akan merusak dzikir itu sendiri, sehingga ternyata banyak orang menyebut
nama Allah masih berlaku curang, keji dan mungkar. Namun sebaliknya orang-orang
yang melakukan dzikir dengan kesadaran jiwa, dzikirnya akan menggetarkan jiwa
yang gelap menjadi sangat terang dan akan mendapatkan ketenangan yang sangat
luar biasa. Dan banyak orang berzikir setiap habis shalat mengulang-ulang
kalimat "Allah", tetapi hanya sampai pangkal tenggorokan. Dzikir
seperti ini dzikirnya orang lalai, pikirannya melayang kemana-mana. Bagaimana
akan bisa mengubahkan hatinya sedangkan dirinya tidak menyadari sedang berhadapan
dengan sang Penguasa alam semesta. Hanya hati yang membatulah yang tidak
tergetar menyebut nama Allah.
Fawailul lil qasyah
quluubuhum min dzikrillah, ulaaika fii dholaalim mubiin, maka kecelakaan yang
amat besar bagi mereka yang membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu
dalam kesesatan yang nyata... (QS.Azzumar: 22)
Dan sebutlah Tuhanmu dalam hatimu (jiwamu) dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, diwaktu pagi dan petang, janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai (QS. Al A'raaf.7 : 205 )
Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah, ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram (QS. A Ra'du.13 :28)
Dan sebutlah Tuhanmu dalam hatimu (jiwamu) dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, diwaktu pagi dan petang, janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai (QS. Al A'raaf.7 : 205 )
Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah, ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram (QS. A Ra'du.13 :28)
Didalam ajaran
Patrap (Dzikrullah) yang saya utarakan merupakan ajaran yang bersifat
penghayatan, bukan sebuah tharikat yang mewajibkan muridnya untuk mengamalkan
wirid-wirid tertentu. Amalan yang dilaksanakan adalah sebuah latihan kejiwaan
didalam setiap ibadah. Baik itu didalam shalat, maupun berdzikir dalam keseharian
pada umumnya. Dzikir yang dilakukan adalah mengupayakan hati selalu hadir dan
tuning (nyambung) terus menerus dalam setiap keadaan . Sehingga rasa itu akan
hidup tanpa kita rekayasa. Hasilnya biasanya hati berdzikir sendiri tanpa
henti-henti bukan muncul dari pikiran tetapi keluar dari jiwa yang dalam.
Syariat yang digunakan adalah apa yang telah kita dapatkan dari rasulullah,
tidak khusus apalagi harus sama dengan saya. Sehingga ajaran Patrap
(dzikrullah) mudah diterima oleh seluruh aliran teologi. Di kalangan
Muhammadiyah kami masuk melalui cara shalat , bagaimana seharusnya secara
kejiwaan bisa nyambung (silatun), pikiran tidak melayang kemana-mana. Dan di
kalangan salafi diterima karena saya tidak menghipnosa atau menuntun cara
melakukan riyadhahnya dalam berdzikir. Cukup dengan sebuah kesadaran yang
tinggi anda akan dituntun ke alam yang luas dan damai ,disanalah jiwa merasakan
kehakikiannya. Jiwa anda akan merasakan bersama Allah bahkan ketika disebut
Namanya akan bergetar dan nikmat yang luar biasa. Subhanallah !!
Patrap tidak
mengajarkan syariat berdzikirnya, tetapi bagaimana belajar menghayati syariat
yang telah kita dapatkan dari guru-guru kita. Itu saja !! Dan membahas
persoalan mendasar secara psikologis, mengapa kita tidak pernah khusyu dalam
Shalat atau ketika sedang menyebut Nama Allah ? Untuk lebih jelasnya anda bisa
membaca buku "Berguru kepada Allah" , yang telah tersedia.
Wassalamu'alaikum
WW.
Abu Sangkan
Abu Sangkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar