Eugene Francis Netto : Tuhan Aku ingin Melihatmu
Journey to Islam Oleh : Redaksi
13 Mar 2006 - 12:10 am
Sebuah penuturan seorang Mualaf asal Australia anggota komunitas para mualaf bule yang sering melakukan diskusi di daerah kuningan, mereka berdiskusi bukan untuk menyerang dan mengada ada untuk melecehkan Islam akan tetapi untuk mempelajari Islam secara Kaffah
Suatu ketika, pria bule Ini ingin "bertemu' dengan Tuhan namun gagal. Ia melanjutkan pengembaraan rohaninya mencari Tuhan antara lain lewat studi banding kitab suci agama lain. Akhirnya hanya ada satu jawaban yang dapat memuaskan hatinya : Islam.
Eugene Francis Netto - yang akrab disapa Gene (baca: Jin) - pagi menjelang Zuhur itu tampak bersemangat membina sejumlah mualaf di bilangan Kuningan, Jakarta. Tema yang dibahasnya saat itu adalah tentang bagai-mana berwudhu yang baik dan benar. Gaya mengajarnya yang komunikatif membuat dirinya disukai kaum ibu. Selain humoris, wajah Gene yang boleh dibilang cukup lumayan handsome itu, juga banyak meng-undang hadirat ngefans. Tapi pria kelahiran 28 April 1970 itu hingga kini masih betah bertahan hidup single.
Sehabis Isya, Gene berkenan menuturkan perjalanan rohaninya.
Bingung
Gene lahir di Selandia Baru (New Zealand) dan dibesarkan dalam Keluarga Katolik. Tapi orang tuanya jarang ke gereja dan tidak pernah membaca Al Kitab, bahkan kurang suka jika Gene sering-sering bertanya tentang agama. Ketika Gene tinggal dan sekolah di Australia, hampir semua temannya mengaku beragama Kristen. Ada juga yang mengaku ateis dan agnostik. Yang disebut terakhir ini tidak mau menyatakan Tuhan itu ada, atau tidak ada. Biasanya, mereka menunggu bukti tentang adanya Tuhan, baru mereka percaya. Karena sejauh ini tidak ada bukti yang memuaskan mereka, maka mereka tidak mengikuti salah satu agama tertentu.
"Saya sendiri tidak bisa mengambil keputusan mengenai Tuhan. Karena memang tidak ada bukti yang memuaskan hati saya ketika itu. Tak jarang saya mempertanyakan agama saya. Akibatnya, saya malah jadi bingung," tandas Gene.
"Saya merasa lucu ketika pendeta di gereja menyatakan dapat mengampuni dosa seseorang. Saya menganggap hal itu tidak masuk akal. Saya bertanya pada ibu saya, apakah pendeta itu berbicara benar dan berhadap-hadapan dengan Tuhan? Jawab ibu ringkas, Tidak!"
Dari kegelisahan dan kebimbangan yang bergayut dalam otaknya, Gene kemudian mencari tahu dan mencoba mempelajari agama-agama lain lewat berbagai buku. Karena masih belia, ia menemui kesulitan mencerna penjelasan dari buku-buku yang dibacanya, malah tambah bingung.
Tapi ada satu yang memancing rasa ingin tahunya ketika ia membaca tentang agama Islam. Buat apa umat Islam melakukan shalat lima kali sehari? Mengapa tidak cukup sekali saja dalam seminggu? Sayangnya, pertanyaan kritis itu, lagi-lagi tidak ia peroleh jawabannya.
"Menurut kesimpulan saya waktu itu, jika kita memeluk suatu agama maka ajaran agama itu seharusnya bisa dicerna oleh akal. Kalau memang Tuhan itu ada, tentu Tuhan tahu pikiran kita seperti apa, karena Dia yang memberikan akal pada kita. Kalau Dia memberi agama, agar kita percaya dan menerimanya, maka agama tersebut harus bisa dipikir dengan logika. Kalau hanya diterima dalam hati dan tidak masuk otak, makin lama orang pasti akan mempertanyakannya."
Ingin Bertemu Tuhan
Suatu malam, ketika semua anggota keluarga tertidur lelap, Gene yang masih usia belasan tahun itu duduk sendiri di atas ranjang tidurnya dalam posisi bersila serta kedua tangan terlipat ke dada dan mata menatap jendela. Dalam keheningan itu, ia berdoa: "Tuhan, aku minta Engkau datang menampakkan diri ke kamarku. Aku ingin melihatMu. Kalau aku bias melihatMu, aku berjanji akan percaya padaMu."
Setelah lama menunggu, tak satu pun tanda ia bertemu Tuhan. Malam berikutnya, ia tetap berdoa menanti hingga larut malam. Hasilnya, tetap nihil. Tuhan tak juga muncul. Akhirnya Gene menyatakan putus hubungan dengan Tuhan. "Sejak itu saya tidak mau lagi mengenai Tuhan, apalagi mengikuti kebaktian di gereja. Kendati setiap Natal saya masih ikut merayakannya, tapi jujur, hati saya kosong dan tidak ada kegembiraan sedikit pun."
Meyakini Tuhan
Minat Gene mencari Tuhan kembali muncul saat ia studi di Universitas Katolik Atmajaya, Jakarta. Gene terkejut, ketika tahu sebagian besar teman di kampusnya itu ternyata adalah Muslim. Sejak bergaul dengan temannya yang Muslim itu, Gene terdorong untuk kembali belajar agama. Setelah lulus, ia kembali ke Australia untuk melanjutkan kuliah di sana. "Sekembali di Australia, saya bertemu dengan seorang Muslim asal Indonesia. Kawan saya itu tahu, saya sedang belajar agama Islam."
Tanpa diduga, kawannya mengucap-kan pernyataan yang mengejutkan, "Kamu tahu nggak Gene, dalam Islam itu dosa hanya bisa diampuni oleh Allah. Dalam Islam tidak dikenal system kependetaan. Karena itu, orang Islam selalu berhubungan langsung dengan Allah tanpa perantara," ujarnya.
Hanya saja, ia masih belum yakin, apakah Islam itu agama yang paling benar. Saat ia kuliah lagi di Fakultas Sastra "Universitas Indonesia selama satu tahun dan kos di rumah seorang keluarga Muslim ditambah lagi iingkungannya yang Islami, Gene makin intens mempelajari Islam.
Ia merasa tercengang setelah mem-bandingkan Al Qur'an dengan kitab suci agama lain, isi Al Qur'an tidak sedikit pun mengalami perubahan, padahal usianya telah mencapai 1.400 tahun. Sementara kitab suci agama lain sering berubah-ubah, karena bahasanya berbeda-eda. "Tapi lagi-lagi saya belum mantap, lantas membayangkan, ajaran Islam adalah agama yang berat dan banyak pantangan-nya. Bayangan saya, kalau nanti masuk Islam, apakah saya bias menjalankan ajaran Islam dengan benar, seperti shalat wajib lima waktu, puasa Ramadhan, zakat dan haji, dan ajaran moralitas lainnya."
Untuk memantapkan hatinya, Gene berdoa selama satu minggu dengan harapan Tuhan memberi petunjuk dan jalan yang benar. Entah bagaimana, tiba-tiba saja ia tergerak untuk mencoba shalat, meski hati kecilnya bertanya, kenapa harus shalat? Apa gunanya shalat? Namun, setelah tekun mempelajari Islam, dari hari ke hari, jiwanya terasa tenteram.
Tahun 1996, Gene resmi memeluk Islam atas kesadarannya sendiri. Setiap kali shalat, Gene merasakan betapa dekat dirinya dengan Tuhan. la seperti bicara langsung denganNya. Dalam hal memohon ampun pun, ia tak perlu perantara. Kini hatinya baru terpuaskan dengan kehadiran Islam sebagai jalan hidupnya. "Meski saya menghadap Tuhan ketika shalat, saya tidak lagi ngotot untuk melihat Allah pada saat saya masih di dunia ini. Terpenting, Allah ridho dan mengampuni seluruh dosa-dosa saya. Itu saja," katanya.
Sikap Toleran Mama
Apa reaksi mama dan papanya di Australia ketika Gene mengabarkan tentang keislamannya, dua minggu kemudian? "Mereka kayaknya tidak terkejut. Sekalipun saya menceritakan semuanya, Mama, khususnya, sangat memahami saya. Karena beliau sudah mengira, cepat atau lambat, saya pasti akan memeluk Islam," kenangnya.
Sebelumnya, ketika Gene hendak kembali ke Indonesia untuk memenuhi panggilan bekerja di salah satu lembaga kursus bahasa Inggris terkenal di Jakarta, ia teringat dengan pesan mamanya. "Kamu boleh ke Indonesia, asal jangan masuk Islam," pesan mama.
Seperti asumsi kebanyakan non-Muslim lainnya, mamanya juga meng-anggap Islam itu agama kuno, ajarannya terbelakang dan tidak manusiawi, penuh intrik, teroris, serta penuh dengan hal-hal negatif lainnya. "Padahal, seperti yang saya amati dari ajaran Islam tentang shalat berjamaah, sesungguhnya ada hikmah yang terkandung di dalamnya, yakni mendorong persatuan dan persaudaraan. Manusia berada pada kesamaan derajat di hadapan Tuhan. Tak peduli kaya ataupun miskin, semua sama. Siapa yang datang lebih dahulu berada di saf terdepan, tak ada yang berhak melarang. Begitu pula, saat berjamaah, seluruh makmum berada di bawah satu komando. Bahkan jika imam batal, ia bisa diganti dengan yang lain. Simple sekali Islam itu," ungkap Gene.
"Alhamdulillah, keluarga saya cukup toleran kendatipun sesungguhnya mereka tidak suka dengan keputusan saya memilih Islam. Malah kalau saya pulang ke Australia, Mama yang selalu mengingatkan waktu shalat. Misalnya, ketika kami akan bepergian, lalu tiba saat shalat Zuhur, mama mem-beri kesempatan pada saya untuk menunaikan shalat lebih dulu."
Yang lebih membuat Gene menaruh hormat dan haru pada,mamanya, adalah sikap dan perlakuannya pada Gene yang mualaf ini. Mamanya tahu apa yang tidak boleh ia makan dan minum sebagai seorang Muslim. Bahkan mamanya selalu memisahkan masakan buatnya. "Bila saya ada di rumah, Mama tidak pernah memasak makanan yang mengandung unsure babi. Jujur, saya bangga punya mama yang punya sikap toleran dan pengertian pada anaknya yang telah memeluk Islam."
Agama Kasih dan Damai
Setelah memeluk Islam, Gene meng-aku jiwanya semakin tenteram, pikirannya semakin arif dan lebih menghayati Islam sebagai ajaran kasih, damai, mencintai sesama. Satu hal yang membuat Gene bersyukur adalah bahwa agama ini tidak kaku, dan memberikan ruang gerak yang longgar dalam hal kebebasan untuk menentukan sebuah pilihan.
Selama Ramadhan yang lalu, Gene selain berpuasa, memanfaatkan waktunya dengan belajar membaca Al Quran, la mengakui sempat mengalami kesulitan. Tapi karenaterus belajar, akhirnya bisa juga mengeja bacaan Al Quran.
Pada Ramadhan sebelumnya, tiap malam, saat semua anggota tempat kosnya sudah lelap tertidur, ia menonton acara Shalat Tarawih di televisi yang disiarkan langsung dari Makkah. Saat itu Gene mengaku terpesona ketika menyaksikan lebih dari satu juta orang pada saat bersamaan melakukan gerakan yang sama, shalat dan thawaf bersama.
"Di depan pesawat televisi, saya terbengong-bengong menyaksikan betapa manusia berada pada kesamaan derajat di hadapan Tuhan. Terus terang saya kagum, sehingga setiap malam saya selalu meluangkan waktu untuk menyaksikan shalat Tarawih. Sebelum Muslim, saya tidak pernah menjumpai di mana pun sebuah massa besar berkumpul dalam satu bangunan melakukan gerakan yang sama, teratur, tertib, dan penuh ritmik. Sambil melihat gerakan-gerakan itu, saya mencocokkannya dengan buku panduan .shalat. Di depan telivisi, saya coba mengikuti gerakan shalat, sekaligus menghafal bacaannya yang ada dalam buku panduan shalat yang saya miliki."
Dengan cara begitu, akhirnya, Gene sedikit demi sedikit mulai bisa mengerjakan shalat. Dalam satu minggu, ia telah hafal beberapa gerakan shalat termasuk doanya. "Surat Fatihah, saya baca ber-ulang-ulang hingga hafal. Setelah itu saya pelajari dan pahami makna surat tersebut. Dan ternyata, saya dapat merasakan, kedalaman Islam setelah menghayati indahnya gerakan shalat. Selain membuat hati menjadi tenteram, shalat juga dapat membuat jasmani menjadi sehat."
Tidak cukup puas dengan shalat, Gene kemudian membuka tafsir Al Qur'an. la merasa takjub dengan keindahan rang-kaian firman Allah yang mirip puisi, tapi bukan puisi, juga bukan dongeng. Bagi Gene, Al Qur'an itu bisa menjadi petunjuk, bila dibaca disertai memahami maknanya. Tanpa mengerti maknanya, tidak mungkin Al Qur'an menjadi petunjuk. "Itulah sebabnya, saya begitu asyik dan larut kalau sudah mendengar dan membaca ayat-ayat suci Al Qur'an. Hanya saja, tak ba-nyak umat Islam yang menghayati dan mengamalkan isi kandungan Al Qur'an tersebut. Sangat disesalkan lagi, bila masih banyak umat Islam yang belum bisa mem baca Al Qur'an."
Menururt Gene, kalau : membaca saja tidak bisa, bagaimana mungkin memahami maknanya, menghayati isinya, apalagi mengamalkannya. Ini terjadi, karena Al Qur'an hanya dijadikan pajangan di rumah. Al Qur'an belum sepenuhnya menjadi ruh di hati kaum Muslimin. Akibatnya, Islam tak lebih sekadar formalitas, status, padahal membaca Al Qur'an saja tidak bisa, shalat saja tidak.
"Tentu saya berharap pada saudara-saudara saya yang Muslim akan menjadi Muslim yang sejati, jangan jadi Muslim yang setengah hati. Saya saja yang mualaf, selalu ingin belajar, belajar dan belajar, maka sangat aneh, bila umat Islam yang sudah tujuh turunan, ogah mempelajari dan mendalami agamanya sendiri," pesan Gene mengakhiri perbincangan sambil tersenyum lebar. (amanah online)
Sebuah penuturan seorang Mualaf asal Australia anggota komunitas para mualaf bule yang sering melakukan diskusi di daerah kuningan, mereka berdiskusi bukan untuk menyerang dan mengada ada untuk melecehkan Islam akan tetapi untuk mempelajari Islam secara Kaffah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar